Resensi Buku : Sembilu

 

Resensi Buku : Sembilu

"Apakah hidupku akan lebih baik jika di kereta tua itu tak pernah kulihat senyummu?

Mungkin tak akan ada lagu yang merapuhkanku, prosa yang menghanyutkanku.  

Senja tak akan merana, pagi mustahil terasa sepi. Air mata tak akan jatuh karena memori.

Namun, tidak. Seremuk apapun aku mengingatmu, itu baik bagi hidupku. Kasih kepadamu menguatkanku meski tanpa kehadiranmu sampai akhir kesadaranku. 

Engkau seperti tato pada permukaan jantungku. Menghapusmu akan mematikanmu."

Demi mencari Kanya, Khasmir melakukan pengembaraan rasa ke kota-kota yang jauh: Stockholm, Frankfurt, Paris, Hongkong, Mekah, Madinah, Yogyakarta, dan sebuah kota kecil yang terlupakan di Bandung Selatan. 

Sampai suatu siang, Khasmin terbangun di atas kereta dan melihat Kanya dikelilingi orang tak dikenal. Namun saat berusaha menjangkau gadis pujaannya itu, Khasmin tersadar, betapa waktu telah beralu begitu lama. Kanya telah turun dari kereta itu, dua puluh tahun yang lalu. Padahal Khasmir merasa yakin baru saja melihat senyum kanya di dalam kereta ini. 

Sembilu tidak hanya menggambarkan curahan kisah cinta biasa, di dalamnya juga tergambarkan perenungan kepada Tuhan sebagai Sang pemberi cinta dan pemilik narasi cinta. Jatuh cinta, kritis, patah hati dan kehilangan adalah jalur yang pasti dilalui dalam mengembara cinta, namun itu tak akan bisa menjadikan alasan untuk menyerah dan putus asa. Cinta hadir sebagai penguat dan pembelajaran bagi manusia yang mampu memaknai cinta atas dasar keyakinannya kepada Sang Maha Cinta.   

Buku ini direkomendasikan bagi para pembaca yang sedang mengembara mencari makna sebenarnya dari kata cinta. Kisah-kisah yang disajikan dapat menjadi pembelajaran bagaimana setiap insan memandang sisi lain dari sembilu menjadi semangat baru untuk semakin memaknai kehidupan dan Tuhan.


Pinjam Buku

Posting Komentar

0 Komentar